Minggu, 30 Desember 2012

Kisah B.J Habibie dan Ainun


Kesetiaan tiada akhir B.J Habibie untuk  Hasri Ainun Besari






Siapa Hasri Ainun Besari ??, saat ini beliau lebih di kenal sebagai Ainun Habibi. Karena, beliau adalah istri dari mantan presiden kita B.J Habibie. Pertemuan awal mereka sudah terjadi sejak kecil karena rumah tempat tinggal mereka semasa kecil bertetanggaan. Bahkan , mereka berada dalam 1 sekolah yaitu  SMAK Dago, Kota Bandung. Dan sejak di SMAK tersebut lah mulai terbesitlah rasa cinta di dalam diri Habibie dan dikarenakan pada saat itu Ainun senang berenang sehingga membuat kulitnya hitam, Habibi pun memberikan julukan kepada Ainun “Si item gula jawa”.
Betemu lagi dengan “si item gula jawa”
Ketika lulus dari SMA mereka berpisah sangat lama. Habibie melanjutkan kuliah di ITB, namun tidak sempat selesai. Karena, beliau di kirim oleh orang tua-nya ke Jerman untuk memulai kuliahnya. Terhitung sejak 1960, Habibie tidak pulang ke indonesia selama 7 tahun. Hal ini membuat ia kangen terhadap tempat kelahirannya. Terlebih ia sangat ingin mengunjungi makam ayahnya dan terkabulkan ketika ia kembali ke berkesempatan kembali ke Indonesia. Ketika kembali ke Bandung, Habibi bertemu dengan Ainun yang saat itu juga sedang cuti dari pekerjaannya di RSCM jakarta. Lalu disana lah cinta lama bersemi kembali. Dahulu Habibie menjuluki Ainun “si item gula jawa”, pada saat itu sudah berubah menjadi “gula pasir”. Pertemuan mereka pun berlanjut ke Jakarta. Di Jakarta Habibie tinggal bersama kakaknya yang tertua.
Karena sama-sama tinggal di jakarta, cinta mereka pun makin lama makin bersemi. Mereka pun berjanji untuk saling bertemu dan merindukan satu dengan yang lainnya. Lalu pada puncaknya tanggal 12 Mei 1962, Habibie secara langsung mempersunting Ainun dan akhirnya menikahlah mereka dan memiliki 2 anak dan 6 cucu.  Namun demikian dalam penganugerahan gelar Doktor kehormatan kepadanya oleh Universitas Indonesia, Habibie mengatakan kalau ia punya cucu ribuan jumlahnya: “Saya mau garis bawahi. Di usia saya yang 74 tahun ini, anak biologis saya cuma dua. Cucu biologis saya hanya enam. Tetapi anak cucu intelektual saya ribuan jumlahnya.” Tentu saja yang dimaksudkan Habibie adalah mahasiswanya yang tersebar di berbagai belahan dunia.

Setelah menikahi Ainun, Habibie memboyong Ainun ke Jerman dan menyelesaikan pendidikan doktoralnya. Disanalah Ilham Akbar dan Thareq Kemal di lahirkan. Dalam mendidik anaknya, Ainun adalah seorang sosok ibu yang sangat bertanggung jawab. Ia membebaskan anak-anak nya untuk berani bertanya tentang segala hal yang tidak di ketahuinya. Dalam memberikan uang jajan Ainun juga memberikan uang jajan yang pas untuk seminggu, sehingga anak-anaknya dapat membeli apapun yang menreka sukai dan mengelolah keuangan mereka sendiri. Selain itu, Habibie dan Ainun juga mengajarkan anak-anaknya untuk bebas mengeluarkan pendapatnya dengan mengajak diskusi di dalam rumahnya. Dan benar saja, dengan cara mendidik seperti itu membuat kedua anaknya menjadi luar biasa. Ilham akbar menyeleasikan pendidiknya di munchen dalam ilmu euronautika dan meraih gelar PdD dengan predikat summa cumlaude melebihi ayahnya. Sementara Thareq Kemal menyelesaikan diploma Inggeneur di Braunsweig, Jerman.
Ainun memang mendampingi Habibie dalam segala hal. Saat mula-mula Habibie menjadi tekhnokrat, ia menjadi sosok yang mengatur Habibie di belakang layar. Misalnya, ia yang selalu mengingatkan Habibie dalam masalah waktu kerja. Ketika jam telah menunjukkan pukul 22.00, Ainun menelpon Habibie dan mengingatkannya agar menjaga kesehatan. Habibie terkadang meminta stafnya menjawab kalau ia sudah di lift hendak pulang. Padahal ia terus duduk di belakang meja kerjanya. Ainun juga menjadi pengingat waktu saat Habibie memberikan kuliah atau ceramah. Kita tahu kalau Habibie yang memberi kuliah ia sering lupa waktu. Memeng secara isi materi tidak ada masalah, sebab semua orang akan senang. Namun hal ini dapat mengganggu jadwal acara yang lain yang mengikutinya. Nah, Ainun dengan cara tertentu akan memberikan isyarat kalau habibie sudah harus berhenti. Setelah melihat Isyarat Ainun, Habibie mengatakan: “Saya akhiri ceramah ini, saya sudah diperingatkan oleh Ainun.” Sungguh, sebuah penghargaan yang jujur dan menyentuh hati.
Perginya “si gula pasir”
Sejak Tahun 1998, (Ibu Ainun)perempuan kesayangan Pak Habibie ini mulai mengalami penurunan kesehatan. Uniknya, keduanya diakui Pak Habibie memiliki hubungan telepati yang kuat. Sebagai contoh, ketika kondisi Bu Ainun semakin memburuk, Pak Habibie yang berencana berangkat hari minggu ke Jerman bersama Bu Ainun, tiba – tiba saja memutuskan mempercepat keberangkatannya pada hari Jumat. Rencana masuk ke rumah sakit di Jerman pun dipercepat. Bu Ainun sempat menolak tapi toh akhirnya tetap saja menurut. Ternyata, perhitungan Pak Habibie sangat tepat. Malam hari setelah masuk rumah sakit, kondisi Bu Ainun tiba – tiba saja kritis dan harus segera dioperasi. Bila saja terlambat sekian menit, ada kemungkinan beliau tak akan tertolong. Selain itu, ketika Maret 2010 Bu Ainun mengalami penurunan kesehatan yang cukup memprihatinkan Pak Habibie. Pak Habibie pun mengantar Bu Ainun ke RS Abdi Waluyo dan RS MMC, hasilnya Bu Ainun bebas kanker. Meski kedua rumah sakit memiliki hasil pemeriksaan yang sama, Pak Habibie masih merasa cemas. Pak Habibie mengajak Bu Ainun kembali ke RS Abdi Waluyo keseokan harinya dan meminta tim dokter melakukan pemeriksaan MRI terhadap Bu Ainun. Dan benar saja, hasil pemeriksaan kemudian menemukan kanker ovarium stadium 3-4. Pak Habibie langsung menelpon sekretaris pribadinya, kepala perwakilan maskapai penerbangan Lufthnasa, menelpon Duta Besar Jerman di Indonesia untuk menerbitkan visa bagi 4 pendamping yang akan ikut ke Jerman, dan menelpon Rumah Sakit di Jerman untuk menyiapkan ambulance di bandara ketika mereka tiba di Munchen.
Bu Ainun merasa apa yang dilakukan Pak Habibie berlebihan, dan meminta Pak Habibie membatalkan ambulance tersebut. Pak Habibie tetap pada keyakinannya. Penerbangan selama 13 jam di atas pesawat tak begitu berjalan lancar. Selama 10 jam penerbangan, Bu Ainun sesak nafas, dan 2 tabung oksigen yang ada di pesawat tak begitu membantu. Pesawat pun dipercepat, dan tiba 30 menit lebih awal di bandara. Tim medis dan ambulance dengan segera memberi pertolongan oksigen pada Bu Ainun dan memberikan pertolongan yang terbaik di ambulance.
Setibanya di rumah sakit, Pak Habibie mendaftarkan Bu Ainun dan juga dirinya agar bisa mendapat bed di sebelah Bu Ainun. Selama Bu Ainun di operasi, tiba – tiba saja Pak Habibie menghentikan obrolannya dengan J.E.Habibie dan beberapa rekan. Saat itu pkl.13.00 waktu Jerman, Beliau meminta ijin untuk mendoakan Bu Ainun. Operasi baru selesai pkl.18.30 dan sang dokter mengatakan pada saat pkl.13.00 keadaan Bu Ainun sempat sangat kritis, namun tim dokter berhasil mengatasinya. Pak Habibie bahkan bisa merasakan keadaan Bu Ainun yang kritis meski tak berada di kamar operasi.
Ketika Kakak sulung Bu Ainun bertanya pada Pak Habibie bagaimana bila Bu Ainun meninggal, Pak Habibie tanpa terasa menitikkan air mata, begitu pula ketika tim dokter mengatakan harapan Bu Ainun sangat tipis. Pak Habibie setia mendampingi Bu Ainun berobat dari satu negara ke negara lain di Eropa, menemani Bu Ainun berlayar menggunakan kapal Queen Victoria selama beberapa pekan demi kesembuhan Bu Ainun. Paru – Paru Bu Ainun memerlukan udara laut, dan alergi pada makanan dan udara negara tropis, karena itu keduanya tak bisa tinggal dalam waktu lama di Indonesia. Setiap akan ke Indonesia, Pak Habibie selalu memeriksakan keadaan Bu Ainun pada dokter di Jerman, dan bertanya berapa lama Bu Ainun boleh berada di Indonesia.
Ketika dokter meminta persetujuan Pak Habibie untuk melakukan operasi pada Bu Ainun yang ke 13 kali dalam 4 minggu, Pak Habibie menolak setelah tim dokter tidak mampu memberi garansi bahwa keadaan Bu Ainun akan lebih baik setelah di operasi. Pak Habibie tidak ingin menambah beban sakit Bu Ainun. Tim dokter pun mendukung keputusan Pak Habibie.
Pak Habibie sempat membisikkan 2 kalimat syahdat di telinga bu Ainun sebelum akhirnya Bu Ainun meninggalkan dunia ini selama – lamanya, kemudian membasuh tubuh Bu Ainun dengan air zam – zam. Baik Pak Habibie maupun Bu Ainun merupakan sosok yang sangat religi, setiap persolan diselesaikan dengan memohon pertolongan Tuhan, setiap ide dikaji dari Al-Quran. Pak Habibie selama 2 bulan di Rumah Sakit tak pernah keluar kamar, dan hanya menemani Bu Ainun sepanjang waktu.
Puisi Habibie untuk Ainun :







Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang. Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada. Aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
Selamat jalan, calon bidadari surgaku ….
B.J. Habibie

Refrensi :
http://www.dimaszen.com/kisah-cinta-yang-menakjubkan-dari-indonesia/
http://news.okezone.com/read/2011/03/17/341/436073/inilah-doa-habibie-untuk-ainun-setiap-salat
http://luar-negeri.kompasiana.com/2010/05/23/ainun-habibi-inspirator-sang-presiden-sebuah-catatan-yang-belum-selesai/